Twitter
RSS

Playlist

Get a playlist! Standalone player Get Ringtones

Ujian Praktek Bahasa Indonesia

Novel ini adalah novel yang paling pertama saya baca. Ngeliat dari kovernya aja males. Gambarnya ga asik kan, tapi saya benar-benar ga nyangka. Cerita ini adalah kisah nyata yang ditulis di dalam sebuah novel. Cerita ini tentang Tsunami dan kisah seorang anak kecil yang kehilangan ibu dan kakak-kakaknya. Sungguh cerita yang mengenaskan. Penasaran??? Ini adalah hasil sinopsis yang digunakan untuk ujian praktek Bahasa Indonesia.




Hafalan Shalat Delisa

Di desa Lhok Nga Delisa melakukan semua aktivitasnya dengan tawa. Kakak sulungnya bernama Cut Fatimah, sedangkan Kakak kedua dan ketiganya merupakan anak kembar yang bernama Cut Zahra dan Cut Aisyah yang memilki kepribadian sangat berbeda. Ayah Delisa bernama Abi Usman, seorang teknisi di sebuah kapal tanker asing yang hanya pulang 3 bulan sekali.

Ketika minggu pagi Ummi mengajak Delisa pergi ke pasar karena berjanji jika Delisa dapat menyelesaikan hafalan shalat maka Ummi akan memberi kalung emas kepada Delisa di toko Koh Acan tempat langganannya. Kalung bersimbol “D” untuk Delisa dibawa pulang dengan janji Delisa tidak boleh memegang kalung itu sebelum ujian shalat dimulai.

25 Desember 2004 sehari sebelum tsunami, Abi memberi kejutan pada Delisa bahwa akan membelikan sepeda saat Delisa sukses ujian praktek lewat telepon. Pagi 26 Desember 2004, Delisa memulai ujian praktek shalat. Shalat untuk hadiah dari Ummi dan Abi. Takbir Delisa disambut dengan gempa yang membuat tangan kanannya berdarah terkena pecahan vas bunga, sedangkan Pantai Lhok Nga sedang mengeluarkan seluruh materinya menuju Aceh.
Saat Delisa ingin sujud, tsunami menghantam Delisa. Ia pingsan menghantam pohon. Kemudian Ibu Nur memegang papan dan mengikatkan kerudungnya kepada Delisa di papan Tenaga Ibu Nur melemah dan melepaskan tangannya perlahan.

Berita Aceh menyeruak di kapal perang Amerika. Dalam keadaan pingsan, Delisa melihat taman yang sangat indah. Ia melihat kakaknya memasuki taman itu termasuk Ummi. Ia memanggil mereka, tetapi hanya Ibu Nur menghanpiri Delisa. Ibu Nur menyapa Delisa dengan kerudungnya yang seperti air.

Setelah tsunami, Abi mengambil cuti untuk pulang ke Aceh dari kapal Toronto. Sementara kapal perang J. F. Kennedy Amerika pimpinan Sersan Ahmed tiba di Lhok Nga untuk menyisir para korban. Sersan Ahmed meneriaki bawahannya Prajurit Smith untuk terus mencari korban dalam kondisi apapun. Kemudian Prajurit Smith terkulai lemas saat melihat bocah perempuan dengan kerudung biru yang bercahaya. Itulah tubuh Delisa.

Prajurit Smith langsung membawa Delisa ke kapal perang dengan helikopter Super Puma. Delisa terpaksa harus diamputasi. Kondisi itu yang membuat Prajurit Smith menjadi muallaf. Suster memberikan data pasien kepada Delisa saat ia sudah mulai membaik. Dia hanya bercerita di dalamnya sampai satu halaman penuh.

Abi Usman tak percaya dengan kondisi rumahnya. Koh Acan menghampiri Abi Usman dan memberitahukan bahwa putrinya telah meninggal, kecuali Delisa dan Ummi yang belum diketahui kabarnya. Abi Usman mencari informasi di kapal dan mendapat nama Delisa. Delisa berteriak saat bertemu dengan Abi yang ingin membeli sepeda untuk Delisa. Abi memeluk Delisa dan terkaget saat melihat kaki Delisa sebelah kanan diamputasi. Hanya buku bacaan shalat yang menemani Delisa selama dirawat tiga minggu. Sekarang bacaan itu sangat asing. Seolah-olah tsunami menghilangkan memori shalat dalam otaknya.

Kota-kota yang hancur mulai dibangun dari awal termasuk rumah Delisa. Suatu malam Abi menangis saat harus kembali mengingat kejadian tsunami, tiba-tiba Delisa terbangun karena tangisan Abi. Mereka langsung menangis haru dan suasana menjadi sangat bermakna dalam cobaan ini. Setelah 3 bulan berlalu Delisa ziarah di pemakaman massal Lhok Nga. Ia menjumpai Umam yang kondisi sama dengan Delisa. Saat mereka sedang meratapi nasib bersama tiba-tiba Ayah Umam datang dan berteriak bahwa Ummi Umam telah ditemukan. Delisa menangis karena iri melihat Ummi Umam selamat dan disanalah hatinya mulai membangkang terhadap Allah. Seketika Delisa berlari dan terjatuh, kemudian pada malam harinya Delisa demam tinggi. Saat Delisa di rawat di rumah sakit, dia bermimpi di taman yang sangat indah dengan terdapat sungai yang terbuat dari air susu. Delisa mengadu pada Ummi mengenai bacaan shalatnya. Otak Delisa menolak semua memori tentang hafalan bacaan shalatnya yang membuat ia sangat sedih. Ummi menjawab dengan bijak bahwa selama ini ia hanya ingin menyelesaikan hafalan shalatnya untuk hadiah. Ummi menjelaskan bahwa Delisa tetap akan mendapatkan kalungnya dan disertai balasan yang lebih. Segala sesuatu tergantung pada niatnya, jika Delisa ikhlas maka akan mendapatkan balasan yang lebih indah. Seketika Delisa terbangun dan dapat mengingat mimpi itu untuk selamanya. Delisa terbangun dan mulai menyusun rantai memori hafalan shalatnya yang telah terputus beberapa bulan. Delisa menangis kemudian tertunduk malu pada sifatnya sendiri seharusnya ia ikut senang karena Ummi Umam Ummi Delisa juga. Perlahan-lahan ia mencoba berubah menjadi lebih baik.

Saat Kak Ubai mengajak anak-anak didik untuk membuat kaligrafi di atas bukit Lhok Nga. Di sinilah untuk pertama kalinya Delisa berhasil menyempurnakan shalatnya. Shalat yang penuh rasa penyesalan akibat ketidakikhlasan selama ini. Air mata Delisa mengucur deras saat seiring gerakan shalatnya. Di sini tidak ada Ibu Guru Nur yang memberikan plakat penghargaan, Kak Fatimah yang menyambutnya dengan pujian dan senyuman, Kak Zahra dan Aisyah dengan kejutan kecilnya, Ustadz Rahman yang memberikan coklat, dan Ummi yang memeluknya dengan hangat. Delisa disini hanya sendiri, Delisa hanya ingin bertemu Ummi Ya Allah.

Setelah shalat ashar Delisa menyusuri pinggir sungai, tiba-tiba seekor burung belibis menyipratkan air ke arah Delisa dan terbang ke seberang sungai. Ia melihat cahaya kuning berkilauan dari arah semak belukar yang kemudian mengambilnya. Matanya terpana melihat ada ukiran huruf D pada kalung tersebut. Kalung yang tidak asing lagi baginya. Ternyata kalung itu bukan tersangkut pada semak belukar tetapi pada tulang belulang yang sudah memutih, Delisanya mengenali sesosok jasad yang telah menjadi tulang belulang itu. “Ummi…!!!”.

Comments (0)

Posting Komentar